Hukum-Hukum Air

Niswah.net
0


Niswah.net - Air adalah zat cair yang lembut dan transparan, berwarna sesuai wadahnya, serta Allah menghapuskan dahaga ketika meminumnya.


Dalam buku Matan Safinatun Najah (Intisari Fiqih Madzhab Syafi’i) termaktub hukum-hukum air. Air dikategorikan berdasarkan kuantitas (volume). Air dengan kuantitas sedikit dan banyak. Air yang sedikit volumenya kurang dari dua qullah. Sedangkan air yang banyak volumenya dua qullah atau lebih. 


hukum-hukumair (pixabay)

Dua qullah secara bahasa berarti dua bejana yang besar. Secara syari’at, ukuran banyaknya air  kira-kira mencapai 500 ritl baghdady atau 562,5 ritl tarimy (216 liter). Sedangkan ukurannya dalam tempat persegi mempunyai panjang, lebar, dan tinggi 1 ¼ lengan (60 cm). Ukuran dalam tabung tingginya 2,5 lengan (120 cm) dan diameternya 1 lengan (50 cm).


Air Sedikit 


Air sedikit mempunyai batasan hukum tertentu. Air yang sedikit hukumnya berubah menjadi najis apabila terkena barang najis, walaupun keadaannya tidak berubah. Hukum ini berlaku jika najisnya tidak dimaafkan oleh syari’at dan airnya tidak mengalir dari atas. Apabila najis masuk yang dimaafkan oleh syari’at, maka tidak berpengaruh, airnya tetap dinyatakan suci dan menyucikan.


Contoh najis yang dimaafkan, seperti bangkai dari hewan yang darahnya tidak mengalir saat sebagian anggota tubuhnya dipatahkan ketika masih hidup, yaitu sebangsa cicak dan yang lebih kecil darinya. Bangkai semacam ini dimaafkan dengan syarat tidak merubah sifat air dan tidak diletakkan di tempat itu setelah matinya, kecuali terbawa angin atau hewan.


Air sedikit mengalir dari atas dan mengenai najisnya, maka hukum air tidak dinyatakan najis. Kecuali jika berubah sifatnya atau bertambah banyaknya karena tercampur dengan najis. Tempat yang terkena aliran air itu tidak menjadi suci.


Hukum seluruh jenis cairan (seperti susu, minyak dan madu) baik sedikit atau banyak, seperti hukum air yang sedikit dalam segala pemasalahannya. Kecuali cairan yang mengalir dari atas, hukumnya seperti yang lain.


Air Banyak 


Adapun air yang banyak tidak berubah hukumnya menjadi najis. Kecuali apabila sudah berubah rasa, warna, atau baunya disebabkan oleh najis yang mengenainya. Apabila sudah berubah sifat karena masuk najis ke dalamnya, lalu perubahan itu hilang dengan sendirinya atau diberi air ke dalamnya (musta’mal atau mutanajis), maka dianggap telah suci. Namun tidak dianggap suci, bila diberi minyak wangi kasturi atau za’faran.


Suatu najis yang sama sifatnya dengan air –baik dalam rasa, warna dan baunya- masuk ke dalamnya. Seperti air kencing yang sudah tidak berbau. Hukumnya diperkirakan dengan sifat-sifat yang keras, seperti warna tinta, bau kasturi dan rasa cuka. Jika diperkirakan akan berubah dengan salah satu sifatnya, maka air itu dinyatakan mutanajis. Kalau dianggap tidak berubah sifatnya, maka dinyatakan tidak mutanajis.


Apabila masuk ke dalam air –baik sedikit atau banyak- suatu benda yang suci, bercampur dan air itu tidak membutuhkannya, seperti za’faran dan air mawar. Terjadi perubahan sifat yang besar, hingga sirna nama air itu, maka tidak dapat digunakan untuk bersuci. Namun air itu tetap suci sebagaimana terlihat secara dzhahir.


Sesuatu yang suci dan tidak bercampur masuk ke dalamnya, dapat dipisahkan (seperti kayu gaharu dan minyak), air itu membutuhkannya sebagai tempat menampung atau mengalirnya, perubahan itu tidak besar sehingga nama air itu tetap ada, maka tetap dinyatakan suci dan menyucikan.


Apabila yang masuk ke dalam air tersebut –baik sedikit atau banyak- sesuatu yang suci dan sesuai sifat air (seperti air mawar yang sudah tidak berbau), maka diperkirakan dengan berbagai sifat yang sedang (semisal warna jus, rasa delima dan bau menyan). Jika diperkirakan tidak berubah sifatnya dengan perubahan yang besar, maka tidak diperbolehkan bersuci dengan memakai air itu. Bila diperkirakan tidak berubah atau sedikit berubahnya, maka boleh dipakai bersuci.



By.Emine Joozher

Sumber: 

Matan Safinatun Najah (Intisari Fiqih Madzhab Syafi’i), pengarang Al-‘Alim Al-Fadhil Salim bin Sumair Al-Hadhrami

Intisari Fiqih Madzhab Syafi’i, pengarang Al-‘Allamah Al-Habib Ahmad bin Umar Asy-Syathiri

#fiqihair #hukumhukumair #tentangair #fiqihtentangair #hukumfiqihair



Tags

Post a Comment

0 Comments

Post a Comment (0)
3/related/default